Al-Qur’an diturunkan untuk memberikan petunjuk
kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan
menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan
risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian
sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar al-Qur’an diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi
kehidupan para shahabat bersama Rasulullah saw. telah menyaksikan banyak
peristiwa sejarah, bahkan terkadang terjadi di antara mereka peristiwa
khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi
mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui
hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk peristiwa
khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti inilah
yang dinamakan Asbabun Nuzul.
Asbabun Nuzul didefinisikan sebagai “sesuatu hal
yang karenanya al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya,
pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Rasanya suatu hal yang berlebihan bila kita memperluas pengertian
asbanun nuzul dengan membentuknya dari berita-berita tentang generasi
terdahulu dan peristiwa-peristiwa masa lalu. As-Suyuti dan orang-orang
yang banyak memperhatikan asbabun nuzul mengatakan bahwa ayat itu tidak
turun di saat-saat terjadinya sebab. Ia mengatakan demikian itu karena
hendak mengkritik atau membatalkan apa yang dikatakan oleh al-Wahidi
dalam menafsirkan surah al-Fiil, bahwa sebab turun surah tersebut adalah
kisah datangnya orang-orang Habsyah. Kisah itu sebenarnya sedikitpun
tidak termasuk ke dalam asbabun nuzul. Melainkan termasuk kategori
berita peristiwa masa lalu, seperti halnya kisah kaum Nabi Nuh, kaum
‘Ad, kaum Tsamud, pembangunan Ka’bah dan lain-lain yang serupa dengan
itu. Demikian pula mengenai ayat “Dan Allah telah mengambil Ibrahim
menjadi kesayangan-Nya” asbabun nuzulnya adalah karena Ibrahim dijadikan
kesayangan Allah. Seperti sudah diketahui, hal itu sedikitpun tidak
termasuk ke dalam asbabun nuzul.
Setelah diselidiki, asbabun nuzul berkisar pada dua hal:
1. Bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat al-Qur’an
mengenai peristiwa itu. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas,
yang mengatakan:
“Ketika turun: Dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat. Nabi pergi dan naik ke bukit Shafa, lalu berseru: ‘Wahai kaumku!’ Maka mereka berkumpul ke dekat Nabi. Ia berkata lagi: ‘Bagaimana pendapatmu bila aku beritahu kepadamu bahwa di balik gunung ini ada sepasukan berkuda yang hendak menyerangmu, percayakah kamu apa yang aku katakan?’ Mereka menjawab: ‘Kami belum pernah melihat engkau berdusta.’ Dan Nabi pun melanjutkan: ‘Aku memperingatkan kalian tentang siksa yang pedih.’ Ketika itu Abu Lahab lalu berkata: ‘Celakalah engkau, apakah engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini?’ Lalu ia berdiri. Maka turunlah surah ini Celakalah kedua tangan Abu Lahab.”
2. Bila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, maka turunlah ayat al-Qur’an menerangkan hukumnya. Hal itu seperti ketika Khaulah binti Tsa’labah dikenakan zihar oleh suaminya, Aus bin Samit. Lalu ia datang kepada Rasulullah mengadukan hal itu. ‘Aisyah berkata: “Mahasuci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Tsa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya. Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah. Katanya: ‘Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya. Sekarang, setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi, ia menjatuhkan zihar kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu.’” ‘Aisyah berkata: “Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat ini: Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni Aus bin Samit.
“Ketika turun: Dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat. Nabi pergi dan naik ke bukit Shafa, lalu berseru: ‘Wahai kaumku!’ Maka mereka berkumpul ke dekat Nabi. Ia berkata lagi: ‘Bagaimana pendapatmu bila aku beritahu kepadamu bahwa di balik gunung ini ada sepasukan berkuda yang hendak menyerangmu, percayakah kamu apa yang aku katakan?’ Mereka menjawab: ‘Kami belum pernah melihat engkau berdusta.’ Dan Nabi pun melanjutkan: ‘Aku memperingatkan kalian tentang siksa yang pedih.’ Ketika itu Abu Lahab lalu berkata: ‘Celakalah engkau, apakah engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini?’ Lalu ia berdiri. Maka turunlah surah ini Celakalah kedua tangan Abu Lahab.”
2. Bila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, maka turunlah ayat al-Qur’an menerangkan hukumnya. Hal itu seperti ketika Khaulah binti Tsa’labah dikenakan zihar oleh suaminya, Aus bin Samit. Lalu ia datang kepada Rasulullah mengadukan hal itu. ‘Aisyah berkata: “Mahasuci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Tsa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya. Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah. Katanya: ‘Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya. Sekarang, setelah aku menjadi tua dan tidak beranak lagi, ia menjatuhkan zihar kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu.’” ‘Aisyah berkata: “Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat ini: Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni Aus bin Samit.
Tetapi hal ini tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab
turun setiap ayat, karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan karena
timbul suatu peristiwa dan kejadian, atau karena suatu pertanyaan.
Tetapi ada di dalam antara ayat al-Qur’an yang diturunkan sebagai
permulaan, tanpa sebab, mengenai aqidah iman, kewajiban Islam dan
syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al-Ja’bari
menyebutkan: “Al-Qur’an diturunkan dalam dua kategori: yang turun tanpa
sebab, dan yang turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan.”
0 comments:
Post a Comment