بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Pengertian Asbabun Nuzul.
Menurut bahasa (etimologi), asbabun
nuzul berarti turunnya ayat-ayat al-Qur’an dari kata “asbab” jamak dari
“sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang
dimaksud disini adalah ayat al-Qur’an. asbabun nuzul membahas
kasus-kasus yang menjadi turunnya beberapa ayat Al-Qur’an.
Menurut istilah atau secara terminologi Asbabun nuzul adalah suatu
peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an untuk
menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa
peristiwa maupun pertanyaan”,
Asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya
Menurut Az-Zarqani
Asbabun Nuzul adalah hal khusus atau
sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang
berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”
Menurut Ash-Shabuni
Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau
kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang
berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa
pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan
urusan agama
Menurut Subhi Shalih
Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang
menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang
menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas
terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi
Menurut Manna Al-Qathan
Asbabun Nuzul adalah peristiwa yang
menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu
terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi. Kendatipun redaksi pendefinisian diatas sedikit berbeda,
semuanya menyimpulkan bahwa yang disebut asbabun nuzul adalah
kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an,
dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelasaikan masalah-masalah
yang timbul dari kejadian tersebut. Asbabun nuzulmerupakan bahan
sejarah yang dapat diapakai untuk memberikan keterangan terhadap
turunnya al-Qur’an dan memberinya konteks dalam memahami
perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan sejarah ini hanya
melingkupi peristiwa pada masa Al-Qur’an masih turun.
Macam-macam Asbabun nuzul dan bagaimana menemukanya
- Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbabun Nuzul .
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbabun Nuzul . yaitu : sharih ( Jelas) dan muhtamilah (kemungkinan). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab An-Nuzul, dan tidak mungkin menunjukkan yang lainnya.
Macam-macam ungkapan/redaksi yang digunakan sahabat dalam mendeskripsikan sebab asbabun nuzul antara lain :
- kata سبب (sebab ) Contohnya seperti:سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا… ( sebab turunya ayat ini demikian) Ungkapan (redaksi) ini disebut sebagai redaksi yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi seperti ini menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat, tidak mengandung makna lain.
- kata فـــ (maka) Contohnya seperti: حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ(telah terjadi peristiwa ini dan itu, maka turunlah ayat).Ungkapan ini mengandung pengertian yang sama dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
- Riwayat yang dibawakan oleh jabir yang mengatakan bahwa orang-orang yahudi berkata,” apabila seorang suami mendatangi”kubul” istrinya dari belakang,anak yang lahirnya akan juling.” Maka turunlah ayat :
نِسَآؤُکُمْ حَرْثٌ لَّکُمْ۪ فَاۡتُوۡا حَرْثَکُمْ اَنّٰی شِئْتُمْ۫
Contoh Mengenai riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi
Muhtamilah.
kata في(mengenai/terang) Contohnya
seperti: نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا…(ayat ini turun
mengenai ini dan itu).Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu
sharih) menunjukkan sebab turunnya suatu ayat. Akan tetapi masih dimungkinkan mengandung pengertian lain.
- Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab An- Nuzul.
- Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat ( Ta’addad As-Asabab wa Nazil Al-Wahid).
Tidak setiap ayat
memiliki riwayat asbab an-nuzul dalam satu versi. Adakalanya satu ayat
memiliki beberapa versi riwayat asbab an-nuzul. Bentuk variasi itu
terkadang terdapat dalam redaksinya yang terkadang pula dalam
kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu
ayat terdiri redaksi, para ulama mengemukakan cara sebagai berikut :
1) Tidak mempermaslahkannya
Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat asbab an-nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilah(tidak pasti), seperti : satu versi menggunakan redaksi, “ ayat ini diturunkan berkenaan dengan …..” dan versi lain menggunakan redaksi, “ saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan…..”
Variasi riwayat asbab an-nuzul ini tidak
dipermasalahkan karena yang dimaksud oleh setiap variasi itu hanyalah
sebagai tafsir belaka dan bukan sebagai asbab an-nuzul. Hal ini berbeda
bila ada indikasi jelas yang menunjukan bahwa salah satunya memaksudkan
asbab an-nuzul.
2) Mengambil versi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih(jelas)
Cara ini digunakan bila salah satu versi riwayat asbab an-nuzul
itu tidak menggunakan redaksi sharih(pasti). Seperti riwayat asbab
an-nuzul yang menceritakan kasus seorang laki-laki yang menggauli
istrinya dari belakang. Mengenai kasus itu, nafi berkata,”satu hari aku
membaca ayat “nisa’ukum hartsun lakum. “ ibnu umar kemudian berkata, “
Tahukah engkau, mengenai apa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
menyetubuhi wanita dari belakang.”
Sedangkan terhadap
variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat yang versinya
berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mengambil versi riwayat yang sahih
Cara ini diambil bila terdapat dua versi
riwayat tentang asbab an-nuzul satu ayat, yang salah satu versi
berkualitas sahih, sedangkan yang lainnya tidak. Seperti : dua versi
riwayat asbab an-nuzul kontradiktif untuk surat Adh-Dhuha(93) ayat 1-3.
2) Melakukan Studi Selektif (Tarjih)
Langkah ini diambil bila kedua versi
asbab an-nuzul yang berbeda-beda itu kualitasnya sama-sama sahih,
seperti asbab an-nuzul yang berkaitan dengan turunnya ayat tentang ruh.
3) Melakukan studi kompromi (jama’).
Langkah ini diambil bila kedua riwayat
yang kontradiktif itu sama-sama memiliki kesahihan hadis yang sederajat
dan tidak mungkin dilakukan tarjih. Seperti : dua versi riwayat asbab
an-nuzul yang melatarbelakangi turunnya ayat mu’amalah surat an-nur (24)
ayat 6. Dalam versi riwayat Al-Bukhori dan Muslim Melalui jalur shahal
ibnu Sa’ad dikatakan bahwa ayat itu turun berkenaan dengan seorang
sahabat bernama uwamir yang bertanya kepada Rasulallah SAW. Tentang apa
yang harus dilakukan oleh seorang suami yang mendapati istrinya berzina
dengan orang lain. Akan tetapi, dalam versi bukhori melalui jalur ibnu
abbas dikatakn bahwa ayat tersebut turun dengan latar belakang kasus
hilal ibnu umayyah yang mengadu kepada Rasulallah SAW, bahwa istrinya
berzina dengan Sarikh ibnu sahma. Kedua riwayat itu berkualitas sahih
dan tidak mungkin dilakukan studi tarjih. Oleh karena itu perlu
dilakukan studi kompromi (jama’). Dua kejadian itu berdekatan masanya
sehingga kita mudah mengompromikan keduanya. Dalam jangka waktu yang
tidak berselang lama, kedua orang sahabat itu bertanya kepada rasulallah
SAW. Tentang masalah serupa, maka turunlah ayat Mu’amalahuntuk
menjawab pertanyaan mereka. Dalam kasus ini, Al-Khatib
berkata,”Keduannya penanya itu kebetulan bertanya pada waktu yang sama.
Kalau kedua versi
riwayat asbab an-nuzul itu shahih atau tidak shahih atau tidak dapat
dilakukan studi tarjih dan jama’, maka hendaklahkita anggap ayat itu
diturunkan berulang kali. Dalam istilah ilmu al-Qur’an hal itu dapat
disebut” berulangnya turun ayat.”(ta’addud an-Nuzul). Sebagai contoh
adalah dua versi asbab an-nuzul yang melatarbelakngi surat
al-ikhlas(112). Satu riwayat mengatakan bahwa surat ini turun untuk
menjawab pertanyaan kelompok musyrikin mekah. Riwayat lainnya mengatakan
bahwa surat itu turun untuk menjawab kelompok ahli kitab madinah,
karena keduanya riwayat sama-sama shahih dan tidak mungkin untuk
dilakukan studi tarjih dan jama’, kita anggap bahwa ayat tersebut turun
dua kali.
- Variasi ayat untuk satu sebab (ta’addud nazil wa as-sabab al-wahid).
Terkadang suatu kejadian
dapat menjadi sebab turunnya dua ayat atau lebih, dalam Ulumul Qur’an
hal ini disebut dengan istilah Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid(terbilang
ayat yang turun, sedangkan sebab turunya satu). Contoh, satu kejadian
yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara yang
yang satu dengan yang lainnya berselang lama adalah riwayat asbab
an-nuzul yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-thabiri, Ath-Thabrani,
dan ibnu Mardawaih dari ibnu abbas.
Cara Mengetahui Asbab an-Nuzul
Para ahli ilmu-ilmu al-Qur’an (‘ulumul Qur’an) menyatakan bahwa karena Asbab an-Nuzul adalah peristwa-peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah SAW. Maka untuk mengetahui Asbab an-Nuzul
harus melakukan periwayatan yang shahih dari para sahabat yang
mendengar atau menyaksikan langsung peristiwa yang berhubungan dengan
turunya ayat-ayat tertentu atau melalui para ahli yang telah melakukan
penelitian dengan cermat, baik dari kalangan tabi’in maupun ulama-ulama
lainnya yang dapat dipercayai. Dalam hal ini Ibnu Sirin berkata “ Aku
bertanya kepada ‘Ubaidah tentang satu ayat dari al-Qur’an, maka beliau
berkata “ Bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang
benar, orang-orang yang mengetahui dalam hal apa ayat-ayat al-Qur’an
diturunkan Allah telah pada meninggal “, maksudnya bahwa memahami asbab
an-nuzul tidak bisa semata-mata dengan logika, tetapi hanya dengan
mengetahui riwayat yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Disini
kita juga menangkap sikap kehati-hatian generasi salaf dalam menerima
rawayat hadist, hususnya yang berkaitan dengan asbab an-nuzul, agar
terhindar dari riwayat yang palsu. Cara mengetahui Asbab an-nuzul melalui periwayatan yang sahih tersebut terkadang dapat dilihat dai ungkapan perawi yang mengatakan, “sabab nuzul al-ayah kadza” (sebab turunnya ayat demikian). Ada kalanya asbab an-nuzul tidak diungkap dengan kata sabab (sebab), tetapi diungkapkan dengan kalimat “fa nazalat” (lalu turun ayat). Misalnya perawi mengatakan “su’ila an-nabiy salla Allah ‘alaihi wa sallam ‘an kadza, fa nazalat…..(Nabi SAW ditanya tentang suatu hal, lalu turun ayat…)”.
Selain itu, terkadang perawi mengungkapkan asbab an-nuzul dengan pernyataan, “nuzilat hazihil ayah fi kadza
(ayat ini diturunkan dengan kasus demikian), Menurut jumhur ulama
tafsir, apabila ungkapan perawi demikian, maka itu merupakan peryataan
yang tegas dan dapat diprcaya sebagai asbab an-nuzul satu atau beberapa ayat al-Qur’an. Akan tetapi Ibnu Taymiyah, fakih dan mifassir Mazhab Hanbali, berpendapat bahwa ungkapan “nuzilat hadzihi ayah fi kadza” terkadang menyatakan sebab turunya ayat, namun terkadang juga menunjukkan kandungan ayat yang diturunkan tanpaasbab an-nuzul.
- Kaidah Mengetahui Asbab- An-Nuzul
Terdapat ada beberapa kaidah mengetahuiAsbab- An-Nuzul diantaranya :
- Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-Qur’an.
- Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
- Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
- Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
- Diketahui ayat tertetu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
- Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
- Aplikasi Dalam Penafsiran Al-Qur’an
Turunnya al-Qur'an terbagi kepada dua bagian: Pertama diturunkan tanpa sebab atau pertanyaan sebelumnya. Kedua, diturunkan setelah adanya kasus (sebab) atau pertanyaan. Asbaabun-Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan. Manfaat mengetahui asbab nuzul (Sebab-sebab turunnya) diantaranya : mengetahui segi hikmah yang mendorong penetapan hukum, mengungkap makna dan menghapuskan kemusykilannya. Ibnu Taimiyah mengemukakan bahwa mengetahui asbabun nuzul suatu ayat al-qur'an dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang dikandung ayat tersebut plus memberikan dasar yang kokoh dalam menyelami kandungan ayat. Jadi, mengetahui sebab turunnya suatu ayat adalah cara yang terbaik untuk memahami makna al-Qur'an yang komprehensip.
Ambil contoh misalnya, orang yang membolehkan minum khamar berdalil dengan firman Allah:
Ambil contoh misalnya, orang yang membolehkan minum khamar berdalil dengan firman Allah:
Tidak
ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang
saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan ... (Q.S. Al-Ma'idah: 93).
Seandainya
mereka mengetahui sebab turunnya ayat ini, niscaya tidak akan
berpendapat demikian (membolehkan minum khamar). Sebab turunnya ayat ini
ialah bahwa ketika khamar diharamkan, mereka bertanya bagaimana dengan
orang-orang yang meninggal sebelum ayat ini turun ? Maka diturunkanlah
ayat tersebut.
Contoh lain ialah firman Allah:
فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ
maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.... (Q.S. al-Baqarah: 115).
Kalau mengikuti penunjukan lafadnya maka orang yang shalat tidak wajib menghadap kiblat baik dalam safar maupun
tidak. Tetapi setelah mengetahui sebab turunnya ayat ini, nyatalah
bahwa ia dimaksudkan bagi orang yang shalat sunat dalam safar atau bagi
orang yang shalat dengan tidak mengetahui arah kiblat.
Kaidahnya Berlaku Umum
Para ulama ushul fiqih
berselisih pendapat: apakah yang teranggap itu keumuman lafadznya atau
kekhususan sebabnya? Pendapat yang lebih kuat dan benar ialah pendapat
yang pertama. Karena telah turun beberapa ayat berkenaan dengan beberapa
sebab tertentu tetapi hukumnya berlaku bagi selain sebab-sebab
tersebut. Seperti turunnya ayat zhihar pada kasus Salmah bin Shakhr, ayat li'an pada kasus Hilal bin Umayah dan ayat haddul qadzaf berkenaan
dengan para penuduh Aisyah. Semua hukum tersebut berlaku juga untuk
selain mereka di setiap zaman dan tempat. Jadi, sebabnya mungkin
bersifat khusus tetapi ancamannya bersifat umum, meliputi setiap orang
yang melakukan kejahatan serupa. Ibnu Abbas
pernah ditanya tentang ayat: " Laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya" apakah ayat ini umum atau
khusus? ia menjawab: Umum.
Bersumber Dari Sahabat Yang Menyaksikan
Tidak boleh
mengatakan tentang asbab-nuzul kecuali dengan riwayat dan mendengar
dari orang yang menyaksikan penurunan dan mengetahui sebab-sebabnya.
Para sahabat dapat mengetahui asbab-nuzul melalui konteks atau indikasi
yang berkaitan dengan persoalan. Apabila sebagian sahabat tidak dapat
memastikannya maka biasanya ia akan mengatakan: "Aku mengira ayat ini
turun menyangkut masalah ini atau itu." Dan apabila seorang sahabat yang
menyaksikan turunnya wahyu mengabarkan tentang suatu ayaat al-Qur'an
bahwa ia turun mengenai sesuatu misalnya, maka ia merupakan hadits musnad.
Adanya beberapa riwayat yang menyebutkan peristiwa-peristiwa masa lalu seperti penyebutan kisah kaum Nabi Nuh, 'Ad, Tsamud, Pembangunan Ka'bah dan sebagainya, tidak dapat dimasukkan ke dalam asbab-nuzul.
Jika Ada Periwayatan Lebih Dari Satu
1. Apabila para mufasir
menyebutkan beberapa sebab nuzul bagi satu ayat, maka untuk
memastikannya harus diperhatikan ungkapan periwayatannya. Jika
disebutkan dengan ungkapan: "Ayat ini turun mengenai masalah ini"
sementara riwayat lain mennyebutkan dengan ungkapan: "Ayat ini turun
mengenai masalah ini dengan menyebutkan pula masalah lain", maka yang
terakhir ini dimaksudkan sebagai penafsiran, bukan menyebutkan asbab
nuzul. Tetapi jika disebutkan dengan ungkapan: "Ayat ini turun mengenai
masalah ini", sementara itu riwayat lain menyebutkan sebab nuzul yang
lain secara tegas, maka yang dianggap adalah yang kedua, karena yang
pertama hanya merupakan istibath. Misalnya, Imam Bukhari meriwayatkan
dari Ibnu Umar,
ia berkata:"Ayat (artinya): Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam," dimaksudkan untuk orang yang mendatangi
isterinya di duburnya, sementara itu riwayat dari Jabir menyebutkan
sebab yang lain secara tegas. Maka yang mu'tamad dalam hal ini adalah
hadits Jabir, karena ia bersifat naql, sedangkan perkataan Ibnu Umar
tersebut merupakan istinbath darinya.
2. Jika ada
dua riwayat yang menyebutkan sebab nuzul yang berlainan maka yang
mu'tamad ialah riwayat yang sanadnya lebih shahih dan kuat ketimbang
yang lain. Jika kedua sanadnya sederajat maka dikuatkan riwayat yang
perawinya menyaksikan kasus dan kisah. Jika tidak mungkin dilakukan
tarjih (dipilih yang lebih kuat) maka dikategorikan d dalam ayat yang
memiliki beberapa sebab nuzul dengan terulangnya kasus dan peristiwa.
Nuzul Mendahului Hukum Dan Sebaliknya
1. Ada beberapa nuzul ayat yang mendahui hukumnya, seperti firman-Nya dalam surat al-A'la:
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri [dengan beriman], (14) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (15)
Ayat ini Makiyah dan berkenaan dengan zakat fitrah, padahal puasa diwajibkan di Madinah.
Firman Allah dalam Surat al-Balad:
Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini [Mekah], (1) dan kamu [Muhammad] bertempat di kota Mekah ini, (2)
Surat ini Makiyyah, sedangkan "Pendudukan" tersebut baru terjadi pada Fathu Makkah di tahun ke delapan hijrah sehingga Rasulullah saw. bersabda: "Dihalalkan bagiku sesaat di siang hari".
Firman Allah: Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. (Q.S. al-Balad: 45).
Umar bin Khattab
berkata: "Kemudian aku bertanya: golongan yang manakah yang
dimaksudkan? Maka ketika terjadi perang Badr dan kaum Musyrikin kalah,
aku melihat Rasulullah saw. berada di tempat bekas peperangan itu seraya
menghunus pedang dan mengucapkan (artinya): "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka kan mundur ke belakang". Jadi, ayat ini berkenaan dengan perang Badr.
2. Contoh tentang hukum yang mendahului nuzul, misalnya ayat wudhu. Dari 'Aisyah r.a., ia bekata: "Kalungku
pernah jatuh di padang pasir padahal kami sedang memasuki kota Madinah,
maka Rasulullah saw. berhenti dan turun beristirahat, kemudian beliau
meletakkan kepalanya di pangkuanku seraya tidur, lalu datanglah Abu Bakar r.a.
dan menamparku dengan satu kali tamparan kuat seraya berkata: kamu
telah menghentikan orang-orang karena sebuah kalung". Kemudian
Rasulullah saw. terjaga ketika ketika waktu shubuh telah tiba, lalu
beliau mencari air wudhu tetapi tidak mendapatkannya, maka turunlah ayat
(artinya):"Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat..." sampai kepada firman-Nya:"... Supaya kamu bersyukur".
Ayat ini
sesuai kesepakatan para ulama, Madaniyah, sedangkan kewajiban wudhu
telah ditetapkan di makkah bersamaan dengan kewajiban shalat.
Yang Diturunkan Terpisah dan Sekaligus
Sebagian besar surat-surat al-Qur'an diturunkan secara terpisah, diantaranya suraat al-'Alaq (Iqra'); surat ini diturunkan perkama kali sampai kepada ayat kelima (maa lam ya'lam). Diantara surat yang diturunkan sekalgus ialah al-Fatihah dan al-Ikhlash, bahkan surat an-Nas dan al-Falaq turun bersamaan. Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. bersabda:'Surat al-An'am diturunkan kepadaku sekaligus diiringi 70 ribu Malaikat.'".
Yang Diulang Penurunannya
Kadang-kadang sebuah ayat diulang-ulang penurunannya utnuk peringatan dan nasihat. Diantarnaya ialah akhir surat an-Nahl dan awal surat ar-Rum.
Satu nash Qur'an kadang-kadang turun dua kali untuk mengagungkan
urusannya dan mengingatkan ketika terjadi sebabnya atau kekhawatiran
melupakanya, seperti ayat ruh, juga al-Ikhlas, ia
diturunkan di Makah sebagai jawaban bagi Kaum Musyrikin (Quraisy) dan
diturunkan lagi di Madinah sebagai jawaban bagi kaum Yahudi.
Hikmah
diulangnya penurunan ini ialah karena timbulnya pertanyaan aatau kasus
yang menurut penurunan lagi ayat tersebut, kemudian ayat itu diturunkan
kembali kepada Rasulullah saw. sebagai peringatan bagi mereka. Seperti
firman Allah (artinya): Tidaklah sepatutunya bagi Nabi dan orang-orang beriman....(Q.S.at-Taubah:113).
Diulangnya penurunan ini berkemungkinan juga karena ia termasuk huruf-huruf (segi qira'at yang ada-red) yang harus dibaca atas dua bacaan atau lebih. Diriwayatkan dari Nabi saw.:
"Sesungguhnya
Rabbku mengutus kepadaku agar aku membaca al-Qur'an atas satu huruf,
kemudian aku minta kembali agar ia meringankan pada umatku, maka ia
mengutus kepadaku agar aku membacanya atas dua huruf, lalu aku minta
kembali agar ia meringankan kepada umatku maka ia mengutus kepadaku agar
aku mamebacanya atas tujuh huruf." (H.R.Muslim dari Ubay bin Ka'ab).
Hadits ini menunjukkan bahwa al-Qur'an tidak diturunkan sekali saja
tetapi ada yang diturunkan beberapa kali. Diantaranya ialah, sebagaimana
disebutkan di dalam riwayat terdahulu, surat al-Fatihah: ia
diturunkan dua kali (di Makah dan Madinah).Ini berkemungkinan juga
karena pada penurunan yang kedua ia diturunkan dengan segi-segi qira'at
yang lainnya, seperti ملك dan مالك , الصراطdan السرات.
Contoh
Contoh
Asbaabun Nuzul Surah An-Nas dan Al-Falaq
Dalam suatu riwayat dikemukakan Bahwa
Rasulullah saw. pernah mengalami sakit parah, maka datanglah kepada
beliau dua Malaikat, yang satu duduk di sebelah kepala beliau dan yang
satu lagi di sebelah kaki beliau. Berkatalah Malaikat yang yang duduk di
sebelah kaki beliau kepada Malaikat yang duduk di sebelah kepala
beliau: "Apa yang engkau lihat?" Ia menjawab: "Beliau terkena guna-guna"
Dia bertanya lagi: "Apa guna-guna itu?" Ia menjawab: "Guna-guna itu
sihir!" Dia bertanya lagi: "Siapa yang membuat sihir?" Ia menjawab:
"Labid bin al-A'sham al-Yahudi, yang sihirnya berupa gulungan yang
disimpan di dalam sumur keluarga si anu di bawah sebuah batu besar.
Datanglah ke sumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya, kemudian
ambillah gulungannya dan bakarlah. Pada pagi harinya Rasulullah saw. mengutus 'Amar bin Yasir
dan kawan-kawannya. Setibanya di sumur itu, tampaklah airnya merah
seperti air pacar. Air itu ditimbanya, dan diangkat batunya, serta
dikeluarkan gulungannya kemudian dibakar. Ternyata di dalam gulungan itu
ada tali yang terdiri atas sebelas simpul. Kedua surah ini.(Q.S. 113
dan 114) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Setiap kali
Rasulullah saw. mengucapkan satu ayat, terbukalah simpulnya.
[Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, dari
al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas].
Dalam
riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi membuatkan makanan untuk
Rasulullah saw., Setelah memakan makanan itu, tiba-tiba Rasulullah sakit
keras, sehingga shahabat-shahabatnya mengira bahwa penyakit itu timbul
akibat perbuatan Yahudi itu. Maka turunlah Jibril membawa dua surah ini
(Q.S. Al-Falaq dan An-Nas) serta membacakan ta'awwudz. Seketika itu juga
Rasulullah keluar menemui shahabat-shahabatny dalam keadaan sehat
wal-afiat.[Diriwayatkan oleh Abu Nuaim di dalam Kitab ad-Dalaa-il, dari
Abu Ja'far ar-Razi, dari ar-Rabi bin 'Anas, yang bersumber dari Anas bin
Malik].
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
0 comments:
Post a Comment